Pekanbaru - Tersangka pembunuhan dan mutilasi bocah, Muhamad Delvi, 20 tahun, mengaku tidak menyesal atas perbuatannya menghabiskan nyawa korban. Tersangka justru mengaku puas setelah membunuh dan memotong kelamin korban.
"Saya terkejut mendengar pengakuan tersangka. Ia mengaku ada kepuasan setelah mendapatkan penis para korbannya," kata Ketua Umum Komisi Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, kepada wartawan, Sabtu, 16 Agustus 2014.
Menurut Arist, tersangka mengaku melakukan pembunuhan demi mencari kelamin korban yang akan dijadikan tumbal untuk menjadi dukun. Kata dia, tersangka mengaku kelamin tersebut diyakini sebagai obat untuk meningkatkan vitalitas serta dijadikan syarat mendapatkan ilmu kebal bagi tersangka.
Kata Arist, tersangka terobsesi menjadi dukun karena ingin meneruskan ilmu sang ayah yang juga merupakan dukun. Namun, ayah tersangka sudah meninggal beberapa waktu lalu. Kelamin yang sudah didapat itu kemudian direbus untuk mendapatkan minyak yang diyakini tersangka sebagai obat.
"Pembunuhan ini sudah dilakukan tersangka sejak ayahnya masih hidup. Setelah ayahnya meninggal, tersangka tetap mencari bocah untuk dijadikan tumbalnya," kata Arist.
Menurut Arist, otak pelaku pembunuhan tersebut, yakni Muhamad Delvi, 20 tahun, patut dijatuhi hukuman mati atau seumur hidup. Begitu juga dua tersangka Dita Desmala Sari, 19 tahun dan Supiyan 26 tahun. Keduanya mengaku turut serta melakukan pembuhuhan dan mutilasi. Adapun tersangka DP mengaku tidak ikut dalam pembunuhan. DP hanya berperan mengumpulkan potongan tubuh hasil mutilasi untuk dimasukkan ke dalam karung atas perintah Delvi. Tersangka Delvi juga bisa dikenai pasal berlapis. Sebab, dalam aksinya tersangka terlebih dulu melakukan penculikan dan kejahatan seksual dalam peristiwa tersebut.
Arist menuturkan Riau saat ini berada dalam status darurat kekerasan seksual terhadap anak. Riau berada pada peringkat tujuh di Indonesia yang masuk dalam kategori berbahaya tindakan kriminal terhadap anak, menyusul terungkapnya kasus pembunuhan disertai mutilasi dan kekerasan seksual di tiga kabupaten di Riau.
"Ini merupakan status yang sangat darurat di Riau, tidak hanya di Indonesia. Kasus mutilasi anak di Riau sudah menggegerkan dunia," ujarnya.Tempo
0 comments :